Keluarga Nabi Yakub Pindah Ke Mesir

Kakak-kakak Nabi Yusuf dan adiknya sudah datang untuk kesekian kalinya di Mesir guna membeli gandum bagi keluarganya. Mereka belum dapat mengenali Nabi Yusuf, saudaranya, tetapi Nabi Yusuf mengenali mereka.

Mereka sudah makan dan minum di rumah Gubernur Mesir tersebut. Keesokan harinya mereka berangkat pulang ke Kanaan. Mereka membawa pulang gandum dengan jaminan keledainya. Mereka tidak tahu bahwa Nabi Yusuf sudah menyuruh hambanya untuk memasukkan uang mereka ke dalam karung-karung mereka. Piala perak Nabi Yusuf  juga dimasukkan ke dalam karung Benyamin.

Mereka berangkat, tetapi sebelum jauh dari kota itu, Nabi Yusuf berkata kepada pelayannya, “Cepatlah kejar orang-orang itu, katakanlah kepada mereka, ‘Mengapa kalian membalas kebaikan  dengan kejahatan?  Mengapa kalian mencuri piala perak Tuanku?’ “

Ketika pelayan itu sampai kepada saudara-saudara Nabi Yusuf, dikatakannya apa yang diperintahkan Nabi Yusuf. Jawab mereka, “Kami tidak mencuri piala perak Tuan Gubernur. Periksalah karung-karung kami. Jika piala tersebut ada di dalam salah satu karung kami, maka  biarlah pemilik karung itu akan menjadi hamba Tuan Gubernur.”

Pelayan Nabi Yusuf membuka setiap karung, mulai dari karung kakak yang paling besar sampai karung saudara yang bungsu. Karung Ruben dibuka – tidak ada! Karung Sim’un dibuka – tidak ada! Karung Lewi dibuka – tidak ada! Karung Yahuda dibuka – tidak ada! Dan seterusnya sampai karung Benyamin dibuka. Ketika pelayan Nabi Yusuf membuka karung Benyamin, piala perak itu ditemukan di situ!

Anak-anak Nabi Yakub kaget, heran, dan takut. Dari manakah piala perak itu? Bagaimana piala itu bisa ada di karung Benyamin? Mereka sangat sedih dan takut sehingga mereka mengoyak-ngoyakkan pakaiannya. Mereka menaruh barang-barang mereka ke atas  keledai mereka, lalu kembali ke kota.

Ketika mereka sampai di rumah Nabi Yusuf, mereka sujud di hadapannya. Nabi Yusuf berkata kepada mereka, “Mengapa kalian membalas kebaikanku dengan kejahatan? Yang mencuri piala itu akan menjadi  hambaku. Yang lain boleh pulang kepada ayah kalian.”

Yehuda, seorang dari kakak-kakak Nabi Yusuf  berkata, “Jangan marah, Tuanku, tetapi biarlah saya yang menjadi hamba Tuan, daripada adikku, sebab jika adikku tidak pulang, pasti ayah kami akan mati.”

Nabi Yusuf tidak dapat tahan lagi. Kakak-kakaknya sudah lulus ujian itu. Mereka sekarang dapat memikirkan orang lain, termasuk ayah dan adiknya. Akhirnya Nabi Yusuf memperkenalkan diri kepada saudara-saudaranya. “Aku ini Yusuf, masih hidupkah Ayah?”

Saudara-saudaranya tidak dapat menjawab karena mereka sangat heran dan takut. Lalu kata Nabi Yusuf, “Marilah ke sini. Saya Yusuf, adikmu, yang telah kalian jual ke Mesir. Jangan takut atau menyesali dirimu karena kalian telah menjual saya. Sebenarnya Allah sendiri yang membawa saya ke sini untuk menyelamatkan banyak orang. Sekarang baru tahun kedua dari masa kelaparan. Selama 5 tahun lagi orang-orang tidak dapat membajak atau menuai panen. Allah telah membawa saya untuk menyelamatkan kalian supaya keturunan kita tetap hidup. Jadi, sebetulnya bukan kalian yang menyebabkan saya ada di sini, melainkan Allah. Dia telah menjadikan saya gubernur Mesir. Cepatlah pulang kembali kepada Ayah. Bawa Ayah sekeluarga ke sini.”

Kemudian Nabi Yusuf memeluk Benyamin dan semua kakak-kakaknya, dan menangis. Mereka sangat heran dan bersyukur bahwa Nabi Yusuf masih hidup, malah sudah menjadi gubernur Mesir.

Saudara-saudara Nabi Yusuf pulang dan memberitahu ayah mereka tentang semua hal yang terjadi di Mesir. Nabi Yakub memuji Allah oleh karena anaknya, Yusuf, masih hidup.

Nabi Yakub sekeluarga mengemasi segala miliknya, lalu berangkat. Mereka berhenti di satu tempat yang namanya Bersyeba lalu dipersembahkannya korban sembelihan kepada Allah. Allah berbicara kepada Nabi Yakub, “Jangan takut pergi ke Mesir. Aku akan menyertaimu, dan nanti  Aku akan membawa keturunanmu kembali ke negeri ini.”

Keluarga Nabi Yakub  tinggal di Mesir lama sekali. Nabi Yakub meninggal di situ ketika ia berumur 147 tahun. Anak-anaknya membawa jenazahnya kembali ke Tanah Kanaan untuk dikuburkan di situ. Sebelum Nabi Yusuf meninggal, dia meminta keluarganya berjanji, kalau mereka pergi dari Mesir dan kembali ke Kanaan, mereka akan membawa tulangnya untuk dikuburkan di Tanah Kanaan. Nabi Yusuf meninggal  ketika ia berumur 110 tahun.

Nabi Yusuf adalah teladan yang baik bagi kita. Ia beriman kepada Allah terlebih lagi ketika ada banyak hal yang susah dimengerti menimpa hidupnya. Ia juga memaafkan  kakak-kakaknya walaupun mereka jahat sekali kepadanya. Apakah ada seseorang yang harus kita maafkan? Apakah kita dapat tetap percaya kepada Allah, bahkan ketika kita sedang mengalami kesulitan?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.